Minggu, 21 September 2008

Jumat, 19 September 2008

My Daemon

ht="400">

SPY

Ada nggak yang pengen jadi SPY ato mata-mata???

Klik deh:
www.scholastic.com/spy/start.htm

password1: spystart
password2: anka

Ini simulator SPY. Met belajar di SPY UNIVERSITY!

Untitled




Your Elf Name Is...



Happy Twinkle Wink

It's me




You Are Bart Simpson



Very misunderstood, most people just dismiss you as "trouble."



Little do they know that you're wise and well accomplished beyond your years.



You will be remembered for: starring in your own TV show and saving the town from a comet



Your life philosophy: "I don't know why I did it, I don't know why I enjoyed it, and I don't know why I'll do it again!"

The Daemon

Ini adalah fanfict bikinanku.

Ini adalah FF saat Harry berusia sembilan belas tahun, dan ia belum menikah dengan Ginny, dan sedang mengunjungi Privet Drive. Semua tokoh milik J.K. Rowling kecuali istilah dæmon dan tokoh Tony Makarios dengan Ratter-nya, Serafina Pekkala dengan Kaisa-nya juga Yambe Akka milik Philip Pullman.




The Dæmon


Harry Potter berjalan dengan lesu menuju Privet Drive nomer empat. Matahari sudah condong ke barat, dan dia tahu sebentar lagi gelap. Harry melihat seekor kucing yang sangat aneh. Tubuhnya bercahaya dan ia seperti hantu, transparan dan melayang.

Harry mengerjap melihat sosok tersebut. Kucing itu mendekatinya dan berubah menjadi musang.

“Apakah kau Tony Makarios?” tanya musang itu.

“Tidak,” jawab Harry sambil gemetar. “Kau ini ‘apa’?”

“Aku dæmon. Aku menyeberangi dunia lain yang takut akan Spectre yang bernama dunia—ehm, ehm, Ci’gerette, ehm, bukan, ehm, apa ya?—pokoknya dunia itu, dan kemudian aku menyeberangi dunia ini. Kemudian aku bertemu kau,” kata dæmon itu.

“Tapi, apa itu dæmon?” tanya Harry lagi.

“Itu adalah belahan jiwa manusia di duniaku. Belahan jiwaku yang setengah, Tony Makarios, meninggal. Kami telah dipotong. Dipenggal dengan cara tidak terhormat,” jawab si dæmon. “Aku kesepian. Aku kangen pada Tony.”

Harry mengernyit. Ia tidak pernah mendengar belahan jiwa manusia sebelumnya. Bahkan kata ‘demon’ kan artinya ‘setan.’ Tapi ini bukan ‘demon’ yang itu. Ini ‘dæmon.’

“Bisakah aku membantu?” tanya Harry.

“Tentu. Aku bisa menjadi dæmon-mu, dan kita akan menjadi satu, tak akan terpisahkan,” kata si dæmon.

“Bisakah?”

“Tentu. Ngomong-ngomong, aku belum menyebutkan namaku. Aku Ratter,” kata Ratter. “Kita akan menjadi satu jika kau menyentuhku. Tapi jika kita sudah menjadi satu dan ada orang lain menyentuhku, itu dilarang. Itu Dosa, dan akan sangat menyakitkan. Ingat juga, jika aku mati maka kau juga mati dan begitu sebaliknya. Idramu akan menajam ketika aku berubah wujud. Kau akan nyaman jika di sisiku, dan kau akan rindu jika jauh dariku.”

“Baiklah. Akan kusentuh kau sekarang,” kata Harry sambil menjulurkan tangannya, membelai si dæmon. Rasanya aneh, ada sensasi dingin dan kemudian menghangat dari tangan hingga ke seluruh tubuhnya. Si dæmon itu juga berubah menjadi sosok yang sesungguhnya, sosok yang nyata seperti hewan. Ia tidak melayang lagi, tapi berjalan. Kemudian Ratter berubah menjadi macan tutul salju.

“Separuh jiwamu telah ada padaku. Sebelumnya aku kosong karena Tony telah tiada,” kata Ratter. “Aku akan di dekatmu. Tapi, ceritakan tentang dirimu!”

Harry mulai menceritakan dirinya—cerita yang ada di buku Harry Potter dan yang pertama hingga ketujuh sekaligus scene-scene yang tidak ada di buku sekalian—sambil berjalan menuju Privet Drive, masuk, memasak, makan, hingga akan tidur sampai akhirnya ia selesai dan mulutnya capek.

“Begitulah, akhirnya Voldemort tewas,” kata Harry dengan capek. Ratter merasakan capeknya dan berubah menjadi cerpelai putih, menjilat pipi Harry dan melingkar di sampingnya. Dæmon itu benar, nyaman sekali ketika dæmon ada di dekatnya.

“Aku mengantuk,” kata Ratter. Harry bisa turut merasakan kantuknya juga.

“Tentu saja kau mengantuk! Ceritaku bagai dongeng buatmu!”

Ratter tertawa dan mereka tidur. Harry tidak menyangka dirinya akan terbagi dua. Ini seperti Hocrux, tapi kau menyukainya dan tidak berefek negatif. Dan dæmon itu benar-benar baik kepadanya.

Keesokan harinya, Ratter bengun lebih dulu dan bermain-main. Ia berubah menjadi tikus, kuskus, kucing, singa, macan tutul, harimau, ular, dan kembali lagi ke bentuk kucing kesukaannya.

“Selamat pagi Harry,” sapa Ratter sambil mengeluskan badan di badan Harry. “Ayo lekas sarapan, mandi, dan berpakaian. Aku ada permintaan sederhana.”

Setelah melakukan ritual bisa setelah bangun tidur, Harry duduk di sofa sambil mendengarkan Ratter bicara dalam bentuk macan tutul.

“Aku seperti merasakan Tony Makarios ada di dekat sini,” katanya. “Ia ada di sebuah kastil besar dengan danau, hutan dan sebagainya. Sekarang ia duduk di toilet dengan seorang hantu cewek.”

Harry melongo sesaat. “Apakah kau tahu siapa nama hantu cewek itu?”

Dada Harry bergetar. Sepertinya ia punya firasat akan bertemu lagi dengan hantu yang naksir dia yaitu Myr—

“Namanya Myrtle Merana.”

Harry jatuh terjengkang. Oh, kenapa harus Myrtle? Tony ada di Hogwarts. Padahal ada hantu-hantu baik di sana seperti, Nick si-kepala-nyaris-putus, Baron Berdarah (ups, yang ini jelek), terus si Ravenclaw itu, dan sebagainya.

“Kapan kita ke sana?” tanya Ratter antusias. “Ayo Harry! Walaupun kita sudah menjadi satu, aku dan Tony masih satu kesatuan yang kuat. Kami harus pergi ke Surga bersama-sama. Kami akan hidup bahagia selamanya.”

Harry mengeluh. Ia nyaris berkata tidak, tapi melihat ekspresi wajah Ratter yang berwujud monyet emas dan sedang murung itu, ia jadi tidak tega. Tapi Myrtle kan terobsesi pada Harry? Inget dong, waktu ia kelas empat, mandi di kamar mandi Prefek, dianya ganjen-ganjen gitu? Harry merinding mengingatnya.

“Oke, aku mau,” kata Harry akhirnya. “Tapi dengan syarat, kau harus berwujud yang sangar-sangar supaya Myrtle takut.”

“Memangnya kenapa dengan dia?” tanya Ratter.

“Sudahlah,” kata Harry. Ratter melompat ke pelukannya dan berganti wujud menjadi kucing belang-belang. Harry mengelus-elus Ratter, dan Ratter mendengkur. “Menurutku dæmon tidak hanya binatang peliharaan.”

“Memang bukan,” jawab Ratter, “kami, para dæmon adalah binatang peliharaan, sahabat, saudara, kekasih, dan semacamnya. Tapi yang membedakan adalah kami, para dæmon adalah belahan jiwa dari para manusia itu sendiri.”

“Aku akan minta bantuan pada temanku, Granger,” kata Harry sambil mengangkat gagang telepon. Ratter turun dan berubah wujud menjadi cerpelai coklat dengan leher kemerahan dan ekor kehitaman. Harry merasa canggung ketika ia memencet nomer telpon Hermione. Dulu, ia menerima telpon saja tidak boleh. Tapi keluarga Dursley kan sudah tidak ada?! Dan orangtua Hermione sudah merantau.

“Halo, Hermione,” kata Harry kalem.

“Halo, Harry. Tak kusangka kamu nelpon juga,” pekik Hermione.

“Aku butuh bantuan, nih!” kata Harry. “Ada seekor—“

“Seorang!” potong Ratter. “Kami memiliki pola pikir seperti ka—“

“Maksudku, seorang dæmon yang tersesat. Ia harus menemukan orang bernama Tony Makarios,” lanjut Harry.

“Dæmon? Aku tak pernah dengar sebelumnya,” kata Hermione.

“Itu belahan jiwa manusia dalam bentuk hewan, Hermione. Pokoknya aku akan terangkan di perjalanan kita ke Hogwarts,” kata Harry.

“Hogwarts? Kita akan ke Hogwarts? Kenapa?” tanya Hermione bertubi-tubi.

“Tony Makarios ada di Hogwarts. Dan kau tidak akan percaya mendengar ini.”

“Apa?”

“Tony Makarios,” kata Harry hati-hati. “Ada di toilet perempuan bersama... bersama...”

“Ya? Ya? Ya?”

“Myrtle Merana,” kata Harry lesu.

Hermione tersedak anggur di seberang sana—dia memang sedang makan anggur—dan tertawa. Kemudian ia terbatuk-batuk. “Kau malah senang kan? Apalagi ada tulisan ‘Harry suka Myrtle Merana’ di buku Hewan-hewan Fantastis dan Dimana Mereka Bisa Ditemukan milikmu kan?”

“Jadi itu ulahmu?!”

“Bukan. Cuma tangan dari Hermione Granger,” kikik Hermione. “Ngomong-ngomong kapan kita berangkat?”

“Siang ini, mungkin pukul sebelas. Kita akan naik Bus Ksatria. Menurutku Stan dan supirnya yang gila tidak lagi bekerja di sana,” kata Harry.

“Memang tidak. Baru tiga hari yang lalu aku naik itu. Sekarang kondisinya lumayan. Aku kesana lima menit lagi,” kata Hermione.

“Oke.”

Lima menit kemudian Hermione sudah ber-Apparate di sampingnya dan ia membawa sebuah tas selempang kecil. Ia menggunakan pakaian Muggle.

“Ayo berangkat,” katanya. “Ini sudah jam sebelas, loh!”

Harry mengangguk. Ia memakai jaketnya.

“Oh, Harry. Inikah dæmon yang kau ceritakan?”

Harry mengangguk. Ratter mengambil wujud cerpelai putih sekarang. Kemudian, Hermione dengan sangat santai ‘memegang’ bulu Ratter. Hati Harry sangat mencelos. Ia sangat marah seakan-akan Hermione memegang suatu organ tubuhnya yang sangat pribadi dan tidak boleh dipegang.

Ini salah! Ini salah!

Ratter juga merasakan hal yang sama. Harry semakin mual dan jijik. Ia berlari ke westafel dengan Ratter yang berbentuk kelinci berlari menyusulnya. Harry muntah di sana.

“A—ap—apa yang salah, Harry?” tanya Hermione dengan nada bersalah.

“Sangat menjijikan jika ada yang menyentuh dæmon-mu selain dirimu sendiri,” kata Harry dengan lemah. “Rasanya sakit. Tapi tidak apalah, kau kan tidak tahu.”

“Aku baru mendengar kata dæmon sekitar sepuluh menit yang lalu darimu,” kata Hermione.

“Tak apalah. Ayo kita berangkat,” kata Harry. Ratter mengambil bentuk tikus dan masuk ke saku jaket Harry.

Hermione yang menyetop bis tersebut. Dia benar. Sekarang kursinya seragam dan seperti bus kebanyakan. Ternyata kursi itu dapat dilipat di dinding dan digantikan tempat tidur kalau malam. Mereka bertiga—sekalian dæmon-nya—duduk di barisan depan. Memang bukan Stan yang jadi kondektur dan supirnya juga lain. Perjalanannya tidak semenegangkan dulu, tapi tetap saja cepat.

Sepuluh menit saja, mereka sudah ada di depan gerbang Hogwarts. Harry dan Hermione menyentuhkan tongkat mereka di gerbang. Ini kerjaan Professor McGonnagal. Gerbang tersebut berubah menjadi seekor anjing berkepala tiga.

“Nama?”

“Harry Potter.”

“Hermione Granger.”

Anjing itu melihat mereka sejenak lalu menyingkir. Harry melihat ada sesuatu yang baru di Hogwarts. Ada sebuah tugu besar di halaman, sebuah tugu yang menuliskan nama orang-orang dan anak-anak yang tewas saat pertempuran Hogwarts. Lalu ada patung Harry Potter, Hermione Granger, dan Ron Weasley.

“Kembali pulang, ya?” kata Hermione.

“Pulang yang terasa aneh,” kata Harru.

Tak ada anak yang berkeliaran. Mungkin semuanya sedang pelajaran. Harry mengeluarkan Peta Perampok dan berkata,

“Aku bersumpah dengan sepenuh hati bahwa aku adalah orang tak berguna.”

“Bagus,” kata Hermione setelah meneliti sejenak. “McGonnagal ada di Kantor Kepala Sekolah. Kita kunjungi Hagrid dulu, yuk!”

Ratter mengambil bentuk elang dan bertengger di pundak kanan Harry. Mereka berjalan ke gubuk Hagrid. Ternyata Hagrid sedang tidak ada. Tiba-tiba saja, mereka melihat sosok Hagrid yang besar sedang memandang mereka di pinggir Hutan Terlarang diikuti Gwarp dan anak-anak kelas tiga.

“Oh, ‘Arry, Hermy!” kata Gwarp sambil berjalan maju.

“Gwarp! Tetap di tempat!” kata Hagrid. Kemudian ia berlari menuju tempat Harry dan Hermione. Tanah sempat berguncang sedikit.

Hagrid memeluk mereka erat-erat hingga mereka susah bernapas.

“Duh, terakhir aku ketemu, kalian sekecil ini,” kata Hagrid. “Kagennya... oh Harry, Hermione, dan—“

Hagrid celingukan sesaat. “Mana Ron?”

“Ron sedang sibuk,” kata Hermione. “Katanya dia sedang ada di Mesir, wisata keluarga. Biasa, sekarang keluarga Weasley menjadi kaya raya karena dapat kompensasi dari Kementerian.”

“Uang, sih, uang. Tapi ingat dong, mereka banyak berkorban demi kita. Beberapa keluarga mereka meninggal, kan?” kata Hagrid. “Eh, Harry, kau dapat elang darimana?”

Hagrid hendak menyentuh elang itu, tapi Harry dan Hermione seketika berteriak, “Jangan!” dan Ratter terbang dan menjadi kucing dalam pelukan Harry.

“Oh, ini dæmon,” kata Hagrid kalem.

“Kau tahu dæmon?” tanya Harry dan Hermione kaget.

“Lebih tahu daripada kalian. Ceritanya panjang dan tidak akam aku beritahu. Pokoknya ini tentang piala emas, duapuluh Galleon, dan sebuah pedang perak!” kata Hagrid sok misterius. “Bukankah kau tidak punya dæmon sebelumnya? Ini dæmon orang mati bukan? Kau harus mengembalikannya, Harry. Biasanya orang tersebut akan merasa kehilangan dæmonnya dan gentayangan. Mungkin pemilik dæmon ini juga begitu.”

“Yah, itulah kedatangan kami. Kami mengantar dæmon ini pada Tony Makarios,” kata Harry. Ratter seketika berubah menjadi burung hantu seputih salju. Kemudian Harry berbisik pada Ratter, “Kau mengingatkanku pada Hedwig, burung hantuku yang sudah tiada.”

“Maaf,” bisik Ratter dan berubah menjadi cerpelai dan melingkari leher Harry.

“Kelihatannya kau cocok dengan dæmon ini,” kata Hagrid, disambut tawa canggung Hermione. Lalu Hagrid melanjutkan dengan nada serius, “Kembalikan dia Harry.”

Harry dan Hermione saling pandang dan menelan ludah mereka.

“Oh, demi celana Merlin yang paling gombrong! Aku ada kelas!” seru Hagrid tiba-tiba. Ia memukul jidatnya dengan sangat keras dan membuat Harry dan Hermione bergidik. Ia menunjuk anak-anak asuhannya yang berjongkok di pinggiran Hutan Terlarang. Bahkan Gwarp juga mencoba ikut berjongkok.

“Dia jadi asistenku, ya, si Gwarp. Keren kan?” kata Hagrid.

Itu tergantung selera, pikir Harry. Siapa yang mau didampingi orang yang super duper besar seperti Gwarp yang dulu suka mencabuti pohon-pohon besar. Ratter menjadi sangat gelisah. Ia menjadi seekor macan tutul dan menggeram-geram. Kemudian ia berlari menuju kastil. Harry merasa belahan jiwanya—memang dæmon itu belahan jiwanya!—menghilang dan ia merasa tak utuh, tapi tentu saja Ratter masih jadi anggota tubuhnya.

“Bye, Hagrid!” teriak Harry sambil berlari mengikuti Ratter. Hermione lari menyusul dibelakangnya.

“Kalau dia maju lima langkah lagi, aku akan kehilangan separuh jiwaku!” sengal Harry. “Dia masih lima belas langkah dariku!”

“Siapa yang memberitahumu?” tanya Hermione.

“Tahu begitu saja, seperti insting.”

Mereka melewati Aula Besar, lorong-lorong, dan juga ruang-ruang kelas. Anak-anak menyembulkan kepala melihat dua anak itu berlari mengejar seekor macan tutul. Akhirnya mereka bertemu dengan Professor McGonnagal, si Kepala Sekolah. Tapi McGonnagal malah ikut berlari dengan mereka.

“Itu dæmon-mu, eh? Potter?” sengalnya di tengah-tengah berlari. Mereka sudah sampai di tikungan dekat tempat kamar mandi Myrtle.

“Sebenarnya sulit dikatakan. Karena dia dæmon orang lain yang mau menyatu dengan saya. Pemiliknya sedang ada di toilet Myrtle Merana!” kata Harry.

“Anda juga tahu dæmon?” tanya Hermione, sementara Ratter berhenti dan kembali ke dekat Harry dalam bentuk kucing. Harry, Hermione dan McGonnagal juga turut berhenti. Ratter menggosokkan tubuhnya ke kaki Harry.

“Ada banyak hal yang aku ketahui. Serafina Pekkala telah mengunjungiku beberapa hari yang lalu. Ia adalah ratu klan penyihir di dunia dæmon ini, dan ia juga punya dalam bentuk angsa bernama Kaisa. Serafina Pekkala memberitahuku bahwa sebentar lagi akan ada roh dan dæmon yang tersesat. Itulah kalian,” kata Professor McGonnagal.

Saat itu terdengar jeritan.

“Aku mau Ratter-ku! Lepaskan! Aku mau Ratter-ku!”

“Jangan Tony! Kau harus disini bersamaku! Aku mencintaimu daripada si Dahi Pitak!”

Kemudian Ratter menyusul berteriak,

“Tony! Tony!”

Ratter mengambil wujud singa dan mendobrak pintu. Harry, Hermione, dan McGonnagal turut masuk. Terlihat dengan jelas wujud transparan Myrtle sedang menarik-narik tangan Tony yang berontak.

“Ratter!” jerit Tony semangat. Bulu kuduk Harry berdiri dan ada perasaan gembira, sedih sekaligus marah dalam dirinya. “Ratter! Ratter-ku sayang!”

Harry merasa mual dan ingin muntah. Jijik. Ia berlari menuju westafel dan muntah di sana. Ratter menghampirinya dan menyuruh Harry berjongkok. Harry menurutinya. Dæmon itu menjilat dahi Harry yang ada bekas luka sambaran kilatnya. Ada perasaan hangat sekaligus dingin. Harry tahu setengah jiwanya telah kembali padanya. Kini Ratter kembali berwujud seperti hantu.

“Ratter! Oh, Ratter-ku sayang!” jerit Tony Makarios. Ia mencium dan membelai Ratter dalam wujud kucingnya dengan sangat membabi buta. Wajah pucat transparan keperakan Tony sedikit berwarna.

“Tony! Jangan tinggalkan aku lagi. Kita akan tetap bersama,” desah Ratter.

Kemudian tiba-tiba mereka berdua berhenti melakukan hal apapun. Mereka berdua diam tak bergerak dan mengawasi belakang tempat Harry, Hermione, dan professor McGonnagal berdiri. Tepat disamping Myrtle yang melayang sambil menangis tersedu-sedu.

Serafina Pekkala sendiri didampingi dæmon angsanya, Kaisa.

Serafina Pekkala berpenampilan cantik menggunakan gaun sutra hitam. Rambut dan mantanya juga hitam dengan hiasa mahkota bunga di kepalanya. Ia duduk di atas pinus awannya yang membuatnya melayang seperti sapu terbang.

“Sudah waktunya, Tony,” kata Serafina Pekkala.

Suaranya begitu merdu hingga Harry, Hermione, dan McGonnagal nyaris pingsan. Myrtle malah melayang cepat menuju biliknya, lalu terdengar bunyi ceburan dan suara lolongan panjang.

“Secepat itukah?” tanya Tony Makarios. “Aku harus berterima kasih pada anak ini.”

“Cepatlah,” kata Serafina Pekkala. “Yambe Akka akan datang sebentar lagi.”

Tony melayang turun dan Ratter berubah menjadi cerpelai dan melingkar di lehernya. Ia mendekati Harry dan menjabat tangannya. Harry merasa seperti menjabat udara yang dingin, tapi ia tetap menjabat tangan Tony demi kesopanan.

“Kau juga membantu,” kata Tony. Ia juga menjabat tangan Hermione dan McGonnagal.

“Yambe Akka datang,” kata Serafina Pekkala sambil tersenyum. Mereka melihat seorang wanita tanpa dæmon tersenyum lebar dengan tangan terbuka lebar juga. Gaun dan rambutnya hitam dan panjang. Tony balas tersenyum dan melaang mendekati Yambe Akka.

“Terima kasih telah menjemputku,” kata Tony. “Anda baik sekali mau menjemputku di tempat sejauh ini.”

Yambe Akka tersenyum. Kemudian Ratter menoleh pada Harry dan berkata,

“Ci’gazze,” katanya. “Tempat aku menyebrangi dunia ini.”

“Sudahlah, Tony, Ratter. Pergilah bersama Yambe Akka,” kata Serafina Pekkala.

Tony menggandeng tangan kanan Yambe Akka. Mereka bertiga membumbung tinggi hingga ke langit-langit, memudar dan menghilang.

“Yambe Akka akan mengantarnya ke tempat yang benar,” kata Serafina Pekkala.

“Yambe Akka itu,” kata Hermione. “Apakah dia penyihir?”

“Bisa dibilang begitu, bisa dibilang tidak. Dia adalah Dewi Kematian,” jawab Serafina Pekkala.

Harry yang selama ini membisu menberanikan diri bertanya, “Apakah memang ada dunia lain dan aku bisa menyeberanginya?”

Kaisa merentangkan sayapnya lebar-lebar dan melipatnya kembali. Serafina Pekkala turun dari pinus awannya.

“Aku baru saja menyentuh jutaan dunia,” kata Kaisa. “Tapi aku dan kau tidak menyadarinya. Janganlah mencoba menyeberangi dunia. Alam semesta memiliki rahasianya sendiri dan mereka berkehendak sesuai perintah Tuhan.”

“Baiklah,” kata Harry.

Malam berlanjut dan Serafina Pekkala tinggal sementara di Hogwarts malam itu. Harry dan Hermione menginap di situ, tidur di Ruang Rekreasi Gryffindor. Anehnya, malam musim panas itu turun salju. Serafina Pekkala yang sedang berbincang-bincang di lorong di depan jendela tersenyum.

“Aku akan pergi sebentar lagi. Aku akan menunggu Tony puas. Ia meninggal di tengah salju dan ia meminta Yambe Akka menciptakan salju untuknya selama semalam,” kata Serafina Pekkala.

“Apakah Anda tidak akan kedinginan?” tanya Hermione. Ia merinding melihat gaun Serafina Pekkala yang lengannya terbuka dan kelihatannya bahannya tipis. Hermione siap meminjamkan mantelnya karena ia menaruh beberapa di ranselnya.

“Tidak. Jika aku memakai baju hangat, aku tidak akan merasakan bisikam aurora dan nyanyian bintang-bintang. Tapi penyihir di dunia ini tidak bisa,” kata Serafina Pekkala.

Salju turun semakin lebat dan Serafina Pekkala mengangkat pinus awannya. Hermione mengacungkan tongkat ke jendela dan kacanya langsung menghilang. Serafina Pekkala menjejakkan kaki dan terbang. Harry dan Hermione melambai-lambai semangat.

Hermione mengembalikan kacanya dan berkata pada Harry.

“Dia orang hebat, Serafina Pekkala itu. Ia sungguh bijak.”

“Dæmon-nya juga bijak.”

“Bagaimana rasanya punya dæmon, Harry?”

“Menyenangkan, tapi syukurilah takdir kita. Jiwa kita hanya untuk kita di dunia ini, dan tidak untuk dibagi-bagi.”

“Kau tambah bijak nih!” kata Hermione sambil memukul pundakHarry.

“Auch! Ketularan Serafina Pekkala sih!” Ia meringis sambil menggosok pundaknya yang pedih.

“Ah! Biarkan saja Serafina Pekkala bijak. Ayo kita tidur!”

Mereka berdua berjalan menuju Ruang Rekreasi Gryffindor. Rasa kangen menyelimuti mereka ketika mereka sampai di dalam dengan bantuan seorang anak kelas satu yang kebetulan lewat disitu dan ikut nimbrung masuk. Anak-anak Gryffindor tetap ramah, dan mereka menyambut dua anak itu bak pahlawan yang selamat dari perang. Ada pesta gila-gilaan hingga jam tiga pagi dan akhirnya suasana sepi lagi. Semua anak tidur, begitu pula Harry dan Hermione.

Sejenak suasana sepi sesaat, tapi kemudian Harry mendengar dua suara kecil di kepalanya.

“Thanks Harry.”

Harry terbangun dan mengenali suara itu. Tony dan Ratter. Harry tersenyum dan melanjutkan tidurnya.





===The End===

My Japannese

Your Japanese Name Is...
Tomo Yoshida